HUKUM
PERJANJIAN DAN HUKUM DAGANG
I.
HUKUM PERJANJIAN
Dalam pasal 1313 KUH Perdata,
perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih meningkatkan
diri terhadap satu orang lain atau lebih. Pengertian ini mengundang kritik dari
banyak ahli hukum, karena menimbulkan penafsiran bahwa perjanjian tersebut yang
bersifat sepihak, padahal dalam perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang
bersifat timbal balik di kedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban
masing-masing. Untuk itu secara sederhana perjanjian dapat dirumuskan sebagai
sebuah perbuatan dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling meningkatkan
diri satu sama lain.
1.1. Standar
Kontrak
Standar kontrak adalah
perjanjian yang isinya telah ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis berupa
formulir-formulir yang digunakan dalam jumlah tidak terbatas untuk ditawarkan
kepada para konsumen tanpa memperhatikan perbedaan kondisi para konsumen
(Johannes Gunawan).
Perjanjian yang isinya
dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir (Mariam Badrulzaman). Perjanjian
baku adalah perjanjian yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi siapapun
yang menutup perjanjian dengannya tanpa terkecuali, dan disusun terlebih dahulu
secara sepihak serta dibangun oleh syarat-syarat standar, ditawarkan pada pihak
lain untuk disetujui dengan hampir tidak ada kebebasan bagi pihak yang diberi
penawaran untuk melakukan negosiasi atas apa yang ditawarkan, sedangkan hal
yang dilakukan biasanya meliputi model, rumusan, dan ukuran.
Menurut Marian Darus
standar kontrak terbagi dua, yaitu :
1. Kontrak
standar umum, artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh
kreditur dan disodorkan kepada debitur.
2. Kontrak
standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya
dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
1.2. Macam-macam
Perjanjian
1. Perjanjian
Jual-beli
2. Perjanjian
Tukar-menukar
3. Perjanjian
Sewa-menyewa
4. Perjanjian
Persekutuan
5. Perjanjian
Perkumpulan
6. Perjanjian
hibah
7. Perjanjian
Penitipan Barang
8. Perjanjian
Pinjam Pakai
9. Perjanjian
Pinjam-meminjam
10. Perjanjian
Untung-untungan
1.3. Syarat
Sahnya Perjanjian
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan
empat syarat, yaitu :
1. Sepakat
mereka yang mengikatkan dirinya
2. Cakap
untuk membuat suatu perjanjian
3. Mengenai
suatu hal tertentu
4. Suatu
sebab yang halal
Demikian menurut pasal
1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dua syarat yang pertama, dinamakan
syarat-syarat subyektif karena mengenai orang-orangnya atau subyek yang
mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan
syarat-syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari
perbuatan hukum yang dilakukan itu.
1.4. Saat
Lahirnya Perjanjian
Menurut asas
konsensualisme, suatu perjanjian lahir pada detik tercapainya kesepakatan atau
persetujuan antara kedua belah pihak mengenai hal-hal pokok dari apa yang
menjadi obyek perjanjian. Sepakat adalah suatu penyesuaian paham dan kehendak
antara dua pihak tersebut. Suatu pernyataan yang diucapkan secara bersendagurau
tidak boleh dipegang untuk dijadikan dasar bagi suatu perjanjian. Lagi pula,
apabila suatu pernyataan yang nyata-nyata atau mungkin sekali keliru, tidak
boleh dianggap sudah terbentuknya suatu kesepakatan dan dijadikan dasar bagi
suatu perjanjian yang mengikat. Sebagai kesimpulan yang ditetapkan suatu norma,
bahwa yang dapat dipakai sebagai pedoman adalah pernyataan yang sepatutnya
dapat dianggap melahirkan maksud dari orang yang hendak mengikatkan dirinya.
Suatu perjanjian lahir
pada detik tercapainya kesepakatan, maka perjanjian itu lahir pada detik
diterimanya suatu penawaran (offerte). Apabila seseorang melakukan suatu
penawaran dan penawaran itu diterima oleh orang lain secara tertulis, artinya
orang lain menulis surat bahwa ia menerima. Menurut ajaran yang lazim dianut
sekarang, perjanjian harus dianggap lahir pada saat pihak yang melakukan
penawaran menerima jawaban yang maktub dalam surat tersebut, sebab detik itulah
yang dianggap sebagai detik lahirnya kesepakatan. Saat atau detik lahirnya
suatu perjanjian adalah penting untuk diketahui dan ditetapkan, berhubung
adakalanya terjadi suatu perubahan undang-undang atau peraturan yang
mempengaruhi nasib perjanjian tersebut, misalnya pelaksanaannya.
1.5. Pembatalan
dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
a. Pembatalan
Perjanjian
Menurut pasal 1446 KUH Perdata, pembatalan
atas perjanjian yang telah dibuat antara kedua belah pihak yang melakukan
perjanjian, dapat memintakan pembatalan kepada hakim bila salah satu pihak yang
melakukan perjanjian tidak memenuhi syarat subyektif yang tercantum pada syarat
sahnya perjanjian.
Menurut Prof. Subekti, permintaan
pembatalan yang tidak memenuhi syarat subyektif dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu :
1. Secara
aktif menuntut pembatalan perjanjian tersebut di depan hakim.
2. Secara
pembelaan maksudnya adalah menunggu sampai digugat di depan hakim untuk
memenuhi perjanjian dan baru menunjukkan kekurangan dari perjanjian itu.
Menurut
pasal 1265 KUH Perdata, syarat batal adalah suatu syarat yang apabila
terpenuhi, menghentikan perjanjian dan membawa segala sesuatu kembali pada
keadaan semula seolah-olah tidak pernah terjadi perjanjian.
b. Pelaksanaan
Perjanjian
Suatu perjanjian merupakan suatu
peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain, atau dua orang saling
berjanji untuk melaksanakan sesuatu. Menelik macamnya hal yang dijanjikan untuk
dilaksanakan, perjanjian-perjanjian itu dibagi dalam tiga macam, yaitu :
1. Perjanjian
utuk memberikan atau menyerahkan suatu barang.
Contoh : jual-beli, tukar-menukar,
sewa-menyewa, pinjam pakai.
2. Perjanjian
untuk berbuat sesuatu.
Contoh : perjanjian perburuhan,
perjanjian untuk membuat garansi.
3. Perjanjian
untuk tidak berbuat sesuatu.
Contoh : perjanjian untuk tidak
mendirikan bangunan.
Suatu persoalan dalam hukum perjanjian
adalah apakah jika si debitur tidak menepati janjinya, si kreditur dapat mewujudkan
sendiri prestasi yang dijanjikan itu? Dari itu apa yang dijanjikan dinamakan
prestasi primair, sedangkan ganti rugi dinamakan prestasi subsidair. Barang
yang disubsidair adalah barang yang menggantikan sesuatu barang lain yang lebih
berharga.
II.
HUKUM DAGANG
Hukum dagang adalah
hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk
memperoleh keuntungan. Atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia
dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan. Sistem
hukum dagang menurut arti luas dibagi menjadi 2, yaitu tertulis dan tidak
tertulis.
2.1. Hubungan
antara Hukum Perdata dengan Hukum Dagang
Hukum perdata dan hukum dagang adalah
dua hukum yang saling berkaitan. Hal ini dapat dibuktikan di dalam Pasal 1 dan
Pasal 15 KUH Dagang.
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat.
Berikut beberapa pengertian dari Hukum Perdata:
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat.
Berikut beberapa pengertian dari Hukum Perdata:
1. Hukum
Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum
antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan pada
kepentingan perseorangan.
2. Hukum
Perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku
manusia dalam memenuhi kepentingannya.
3. Hukum
Perdata adalah ketentuan dan peraturan yang mengatur dan membatasi kehidupan
manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan
hidupnya.
Hukum dagang ialah aturan-aturan hukum
yang mengatur hubungan orang yang satu dengan yang lainnya, khusunya dalam
perniagaan.
Sistem hukum dagang menurut arti luas dibagi 2, yaitu tertulis dan tidak tertulis tentang aturan perdagangan.
Sistem hukum dagang menurut arti luas dibagi 2, yaitu tertulis dan tidak tertulis tentang aturan perdagangan.
Hukum Dagang Indonesia terutama
bersumber pada :
1. Hukum
tertulis yang dikodifikasikan :
a. Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K)
b. Kitab
Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW)
2. Hukum
tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang
mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan (C.S.T. Kansil,
1985 : 7).
Sifat hukum dagang yang merupakan
perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
Pasal 1 KUH Dagang, disebutkan bahwa KUH Perdata seberapa jauh dari padanya kitab ini tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam kitab ini.
Pasal 15 KUH Dagang, disebutkan bahwa segala persoalan tersebut dalam bab ini dikuasai oleh persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan oleh kitab ini dan oleh hukum perdata.
Pada awalnya hukum dagang berinduk pada hukum perdata. Namun, seiring berjalannya waktu hukum dagang mengkodifikasi (mengumpulkan) aturan-aturan hukumnya sehingga terciptalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ( KUHD ) yang sekarang telah berdiri sendiri atau terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUHPer ).
Antara KUHperdata dengan KUHdagang mempunyai hubungan yang erat. Hal ini dapat dilihat dari isi Pasal 1Kuh dagang, yang isinya sebagai berikut:
Pasal 1 KUH Dagang, disebutkan bahwa KUH Perdata seberapa jauh dari padanya kitab ini tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam kitab ini.
Pasal 15 KUH Dagang, disebutkan bahwa segala persoalan tersebut dalam bab ini dikuasai oleh persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan oleh kitab ini dan oleh hukum perdata.
Pada awalnya hukum dagang berinduk pada hukum perdata. Namun, seiring berjalannya waktu hukum dagang mengkodifikasi (mengumpulkan) aturan-aturan hukumnya sehingga terciptalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ( KUHD ) yang sekarang telah berdiri sendiri atau terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUHPer ).
Antara KUHperdata dengan KUHdagang mempunyai hubungan yang erat. Hal ini dapat dilihat dari isi Pasal 1Kuh dagang, yang isinya sebagai berikut:
Adapun mengenai hubungan tersebut adalah
special derogate legi generali artinya hukum yang khusus: KUH dagang
mengesampingkan hukum yang umum: KUHperdata.
Prof. Subekti berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum dagang relative sama dengan hukum perdata. Selain itu “dagang” bukanlah suatu pengertian dalam hukum melainkan suatu pengertian perekonomian. Pembagian hukum sipil ke dalam KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum romawi belum terkenal peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah KUHD, sebab perdagangan antar Negara baru berkembang dalam abad pertengahan.
Prof. Subekti berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum dagang relative sama dengan hukum perdata. Selain itu “dagang” bukanlah suatu pengertian dalam hukum melainkan suatu pengertian perekonomian. Pembagian hukum sipil ke dalam KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum romawi belum terkenal peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah KUHD, sebab perdagangan antar Negara baru berkembang dalam abad pertengahan.
2.2. Berlakunya
Hukum Dagang
Perkembangan
hukum dagang sebenarnya telah di mulai sejak abad pertengahan eropa (1000/
1500) yang terjadi di Negara dan kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di
Italia dan perancis selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan
(Genoa, Florence, vennetia, Marseille, Barcelona dan Negara-negara lainnya ).
Tetapi pada saat itu hokum Romawi (corpus lurus civilis ) tidak dapat
menyelesaikan perkara-perkara dalam perdagangan, maka dibuatlah hokum baru di
samping hokum Romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 & ke- 17 yang
berlaku bagi golongan yang disebut hokum pedagang (koopmansrecht) khususnya
mengatur perkara di bidang perdagangan (peradilan perdagangan ) dan hokum
pedagang ini bersifat unifikasi.
Karena
bertambah pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi
dalam hokum dagang oleh mentri keuangan dari raja Louis XIV (1613-1715) yaitu
Corbert dengan peraturan (ORDONNANCE DU COMMERCE) 1673. Dan pada tahun 1681
disusun ORDONNANCE DE LA MARINE yang mengatur tentang kedaulatan.
Dan pada tahun 1807 di Perancis di buat hokum dagang tersendiri dari hokum sipil yang ada yaitu (CODE DE COMMERCE ) yang tersusun dari ordonnance du commerce (1673) dan ordonnance du la marine(1838). Pada saat itu Nederlands menginginkan adanya hokum dagang tersendiri yaitu KUHD belanda, dan pada tahun 1819 direncanakan dalam KUHD ini ada 3 kitab dan tidak mengenal peradilan khusus. Lalu pada tahun 1838 akhirnya di sahkan KUHD Belanda berdasarkan azas konkordansi KUHD belanda 1838 menjadi contoh bagi pemmbuatan KUHD di Indonesia pada tahun 1848. Dan pada akhir abad ke-19 Prof. molengraaff merancang UU kepailitan sebagai buku III di KUHD Nederlands menjadi UU yang berdiri sendiri (1893 berlaku 1896). Dan sampai sekarang KUHD Indonesia memiliki 2 kitab yaitu, tentang dagang umumnya dan tentang hak-hak dan kewajiban yang tertib dari pelayaran.
Dan pada tahun 1807 di Perancis di buat hokum dagang tersendiri dari hokum sipil yang ada yaitu (CODE DE COMMERCE ) yang tersusun dari ordonnance du commerce (1673) dan ordonnance du la marine(1838). Pada saat itu Nederlands menginginkan adanya hokum dagang tersendiri yaitu KUHD belanda, dan pada tahun 1819 direncanakan dalam KUHD ini ada 3 kitab dan tidak mengenal peradilan khusus. Lalu pada tahun 1838 akhirnya di sahkan KUHD Belanda berdasarkan azas konkordansi KUHD belanda 1838 menjadi contoh bagi pemmbuatan KUHD di Indonesia pada tahun 1848. Dan pada akhir abad ke-19 Prof. molengraaff merancang UU kepailitan sebagai buku III di KUHD Nederlands menjadi UU yang berdiri sendiri (1893 berlaku 1896). Dan sampai sekarang KUHD Indonesia memiliki 2 kitab yaitu, tentang dagang umumnya dan tentang hak-hak dan kewajiban yang tertib dari pelayaran.
2.3. Hubungan
antara Pengusaha dan Pembantunya
Pengusaha adalah orang
yang mengerjakan usaha, dia relatif tidak tergantung pada orang lain, menjadi
boss bagi dirinya sendiri, jatuh bangun atas kemampuannya sendiri. Biasanya,
pengusaha akan senantiasa bersifat profit oriented. Dalam bahasa kerennya,
mereka disebut sebagai enterpreneur.
Dalam menjalankan perusahannya pengusaha dapat:
Dalam menjalankan perusahannya pengusaha dapat:
a. Melakukan
sendiri, Bentuk perusahaannya sangat sederhana dan semua pekerjaan dilakukan
sendiri, merupakan perusahaan perseorangan.
b. Dibantu
oleh orang lain, Pengusaha turut serta dalam melakukan perusahaan, jadi dia
mempunyai dua kedudukan yaitu sebagai pengusaha dan pemimpin perusahaan dan
merupakan perusahaan besar.
c. Menyuruh
orang lain melakukan usaha sedangkan dia tidak ikut serta dalam melakukan
perusahaan, Hanya memiliki satu kedudukan sebagai seorang pengusaha dan
merupakan perusahaan besar.
Sebuah perusahaan dapat
dikerjakan oleh seseorang pengusaha atau beberapa orang pengusaha dalam bentuk
kerjasama. Dalam menjalankan perusahaannya seorang pengusaha dapat bekerja
sendirian atau dapat dibantu oleh orang-orang lain disebut “pembantu-pembantu
perusahaan”. Orang-orang perantara ini dapat dibagi dalam dua golongan.
Golongan pertama terdiri dari orang-orang yang sebenarnya hanya buruh atau
pekerja saja dalam pengertian BW dan lazimnya juga dinamakan handels-bedienden.
Dalam golongan ini termasuk, misal pelayan, pemegang buku, kassier, procuratie
houder dan sebagainya. Golongan kedua terdiri dari orang-orang yang tidak dapat
dikatakan bekerja pada seorang majikan, tetapi dapat dipandang sebagai seorang
lasthebber dalam pengertian BW. Dalam golongan ini termasuk makelar,
komissioner.
Namun, di dalam menjalankan
kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengusaha tidak mungkin
melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala
besar. Oleh karena itu diperlukan bantuan orang/pihak lain untuk membantu
melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
Pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi 2 fungsi :
Pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi 2 fungsi :
1. Membantu
didalam perusahaan,
2. Membantu
diluar perusahaan.
Adapun pembantu-pembantu dalam perusahaan
antara lain:
a) Pelayantoko,
b) Pekerja
keliling,
c) Pengurus
filial,
d) Pemegang
prokurasi,
e) Pimpinan
perusahaan.
Hubungan hukum antara
pimpinan perusahaan dengan pengusaha bersifat :
a. Hubungan
perburuhan, yaitu hubungan yang subordinasi antara majikan dan buruh, yang
memerintah dan yang diperintah. Manager mengikatkan dirinya untuk menjalankan
perusahaan dengan sebaik-baiknya, sedangkan pengusaha mengikatkan diri untuk
membayar upahnya (pasal 1601 a KUHPER).
b. Hubungan
pemberian kekuasaan, yaitu hubungan hukum yang diatur dalam pasal 1792 dsl
KUHPER yang menetapkan sebagai berikut ”pemberian kuasa adalah suatu
perjanjian, dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang
menerimanya untuk atas nama pemberi kuasa menyelenggarakan suatu urusan”.
Pengusaha merupakan pemberi kuasa, sedangkan si manager merupakan pemegang
kuasa. Pemegang kuasa mengikatkan diri untuk melaksakan perintah si pemberi
kuasa, sedangkan si pemberi kuasa mengikatkan diri untuk memberi upah sesuai
dengan perjanjian yang bersangkutan.
Dua sifat hukum
tersebut di atas tidak hanya berlaku bagi pimpinan perusahaan dan pengusaha,
tetapi juga berlaku bagi semua pembantu pengusaha dalam perusahaan, yakni:
pemegang prokurasi, pengurus filial, pekerja keliling dan pelayan toko. Karena
hubungan hukum tersebut bersifat campuran, maka berlaku pasal 160 a KUHPER,
yang menentukan bahwa segala peraturan mengenai pemberian kuasa dan mengenai
perburuhan berlaku padanya. Kalau ada perselisihan antara kedua peraturan itu,
maka berlaku peraturan mengenai perjanjian perburuhan (pasal 1601 c ayat (1)
KUHPER.
Adapun pembantu-pembantu
luar perusahaan antara lain:
a) Agen
perusahaan
Hubungan pengusaha dengan agen
perusahaan adalah sama tinggi dan sama rendah, seperti pengusaha dengan
pengusaha. Hubungan agen perusahaan bersifat tetap. Agen perusahaan juga
mewakili pengusaha, maka ada hubungan pemberi kuasa. Perjanjian pemberian kuasa
diatur dalam Bab XVI, Buku II, KUHPER, mulai dengan pasal 1792, sampai dengan
1819. Perjanjian bentuk ini selalu mengandung unsur perwakilan (volmacht) bagi
pemegang kuasa (pasal 1799 KUHPER). Dalam hal ini agen perusahaan sebagai
pemegang kuasa, mengadakan perjanjian dengan pihak ketiga atas nama pengusaha.
b) Perusahaan
perbankan,
c) Pengacara,
d) Notaris,
e) Makelar,
f) Komisioner.
2.4. Pengusaha
dan Kewajibannya
Kewajiban adalah
pembatasan atau beban yang timbul karena hubungan dengan sesama atau dengan
negara. Maka dalam perdagangan timbul pula hak dan kewajiban pada pelaku-pelaku
dagang tersebut.
Menurut undang-undang, ada dua macam kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan, yaitu :
Menurut undang-undang, ada dua macam kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan, yaitu :
1. Membuat
pembukuan ( sesuai dengan Pasal 6 KUH Dagang Undang-undang Nomor 8 Tahun 1997
tentang dokumen perusahaan ), dan
di dalam pasal 2 undang-undang nomor 8 tahun 1997 yang dikatakan dokumen perusahaan adalah terdiri dari dokumen keuangan dan dokumen lainnya.
di dalam pasal 2 undang-undang nomor 8 tahun 1997 yang dikatakan dokumen perusahaan adalah terdiri dari dokumen keuangan dan dokumen lainnya.
a. Dokumen
keuangan terdiri dari catatan ( neraca tahunan, perhitungan laba, rekening,
jurnal transaksi harian )
b. Dokumen
lainnya terdiri dari data setiap tulisan yang berisi keterangan yang mempunyai
nilai guna bagi perusahaan, meskipun tidak terkait langsung dengan dokumen
keuangan.
2. Mendaftarkan
perusahaannya ( sesuai Undang-undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib daftar
perusahaan ).
Dengan adanya undang-undang nomor 3 tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan maka setiap orang atau badan yang menjalankan perusahaan, menurut hukum wajib untuk melakukan pemdaftaran tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan usahanya sejak tanggal 1 juni 1985.
Berdasarkan pasal 25 undang-undang nomor 3 tahun 1982, daftar perusahaan hapus, jika terjadi :
Dengan adanya undang-undang nomor 3 tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan maka setiap orang atau badan yang menjalankan perusahaan, menurut hukum wajib untuk melakukan pemdaftaran tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan usahanya sejak tanggal 1 juni 1985.
Berdasarkan pasal 25 undang-undang nomor 3 tahun 1982, daftar perusahaan hapus, jika terjadi :
a. perusahaan
yang bersangkutan menghentikan segala kegiatan usahanya,
b. perusahaaan
yang bersangkutan berhenti pada waktu akta pendiriannya kadarluasa,
c. perusahaan
yang bersangkutan dihentikan segala kegiatan usahanya berdasarkan suatu putusan
pengadilan negeri yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Hak dan
Kewajiban pengusaha adalah :
a. Berhak
sepenuhnya atas hasil kerja pekerja,
b. Berhak
melaksanakan tata tertib kerja yang telah dibuat,
c. Memberikan
pelatihan kerja (pasal 12),
d. Memberikan
ijin kepada buruh untuk beristirahat, menjalankan kewajiban menurut agamanya
(pasal 80),
e. Dilarang
memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu, kecuali ada
ijin penyimpangan (pasal 77),
f. Tidak
boleh mengadakan diskriminasi upah laki/laki dan perempuan,
g. Bagi
perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib membuat
peraturan perusahaan,
h. Wajib
membayar upah pekerja pada saat istirahat / libur pada hari libur resmi,
i.
Wajib memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada
pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus atau
lebih,
j.
Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah
minimum (pasal 90),
k. Wajib
mengikutsertakan dalam program Jamsostek (pasal 99)
2.5. Bentuk-bentuk
Badan Usaha
1. Perseroan
Terbatas (PT)
Perseroan Terbatas
merupakan bentuk yang banyak dipilih, terutama untuk bisnis-bisnis yang besar.
Bentuk ini memberikan kesempatan kepada masyarakat luas untuk menyertakan
modalnya kedalam bisnis tersebut dengan cara membeli saham yang dikeluarkan
oleh Perusahaan itu. Dengan membeli saham suatu perusahaan masyarakat akan
menjadi ikut serta memiliki perusahaan itu atau dengan kata lain mereka menjadi
Pemilik Perusahaan tersebut. Atas pemilikan saham itu maka mereka para pemegang
saham itu lalu berhak memperoleh pembagian laba atau Deviden dari perusahaan
tersebut. Para pemegang saham itu mempunyai tanggung jawab yang terbatas pada
modal yang disertakan itu saja dan tidak ikut menanggunng utang – utang yang
dilakukan oleh perusahaan.
Perseroan Terbatas ini
akan menjadi suatu Badan Hukum tersendiri yang berhak melakukan
tindakan-tindakan bisnis terlepas dari pemegang saham. Bentuk ini berbeda
dengan bentuk yang terdahulu yang memiliki tanggung jawab tak terbatas bagi
para pemiliknya, yang artinya para pemilik akan menanggung seluruh utang yang
dilakukan oleh perusahaan. Berarti apabila kekayaan perusahaan maka kekayaan
pribadi dari para pemiliknya ikut menanggung utang tersebut. Dengan semacam itu
tanggung jawab renteng. Lain halnya dengan bentuk PT dimana dalam bentuk ini
tanggung jawab pemilik atau pemegang saham adalah terbatas, yaitu sebatas modal
yang disetorkannya. Kekayaan pribadi pemilik tidak ikut menanggung utang –
utang perusahaan. Oleh karena itu bentuk ini disebut Perseroan Terbatas
(Naamlose Venootschaap/NV).
Kelebihan-kelebihan
bentuk ini adalah :
a. Memiliki
masa hidup yang terbatas.
b. Pemisahan
kekayaan dan utang-utang pemilik dengan kekayaan dan utang-utang perusahaan.
c. Kemampuan
memperoleh modal yang sangat luas.
d. Penggunaan
manajer yang profesional.
2. Koperasi
Koperasi adalah usaha
bersama yang memiliki organisasi berdasarkan atas azaz kekeluargaan. Koperasi
bertujuan untuk menyejahterahkan anggotanya. Dilihat dari lingkunganyya
koperasi dabat dibagi menjadi:
a. Koperasi
Sekolah
b. Koperasi
Pegawai Republik Indonesia
c. KUD
d. Koperasi
Konsumsi
e. Koperasi Simpan Pinjam
f. Koperasi
Produksi
Prinsip koperasi :
a. Keanggotaan
bersifat suka rela
b. Pengelolaan
bersifat demokratis
3. Yayasan
Yayasan adalah bentuk
organisasi swasta yang didirikan untuk tujuan sosial kemasyarakatan yang tidak
berorientasi pada keuntungan. Misalnya Yayasan Panti Asuhan, Yayasan yang
mengelola Sekolahan Swasta, Yayasan Penderita Anak Cacat dll.
4. BUMN
BUMN adalah semua
perusahaan dalam bentuk apapun dan bergerak dalam bidang usaha apapun yang
sebagian atau seluruh modalnya merupakan kekayaan Negara, kecuali jika
ditentukan lain berdasarkan Undang-undang.
BUMN adalah bentuk
bentuk badan hukum yang tunduk pada segala macam hukum di Indonesia. Karena
perusahaan ini milik negara, maka tujuan utamanya adalah membangun ekonomi
sosial menuju beberapa bentuk perusahaan pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Ciri-ciri utama BUMN
adalah :
a. Tujuan
utama usahanya adalah melayani kepentingan umum sekaligus mencari keuntungan.
b. Berstatus
badan hukum dan diatur berdasarkan Undang-undang.
c. Pada
umumnya bergerak pada bidang jasa – jasa vital.
d. Mempunyai
nama dan kekayaan serta bebas bergerak untuk mengikat suatu perjanjian, kontrak
serta hubungan – hubungan dengan pihak lainnya.
e. Dapat
dituntut dan menuntut, sesuai dengan ayat dan pasal dalam hukum perdata.
f. Seluruh
atau sebagian modal milik negara serta dapat memperoleh dana dari pinjaman
dalam dan luar negeri atau dari masyarakat dalam bentuk obligasi.
g. Setiap
tahun perusahaan menyusun laporan tahunan yang memuat neraca dan laporan rugi
laba untuk disampaikan kepada yang berkepentingan.
BUMN digolongkan
menjadi 3 jenis yaitu :
1. Perusahaan
Jawatan (Perjan)
Perusahaan ini bertujuan pelayanan
kepada masyarakat dan bukan semata-mata mencari keuntungan.
2. Perusahaan
Umum (Perum)
Perusahan ini seluruh modalnya diperoleh
dari negara. Perum bertujuan untuk melayani masyarakat dan mencari keuntungan
3. Perusahaan
Perseroan (Persero)
Perusahaan ini modalnya terdiri atas
saham-saham. Sebagian sahamnya dimiliki oleh negara dan sebagian lagi dimilik
oleh pihak swasta dan luar negeri.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar